JOGJAGRID.COM– Kepastian waktu penyelesaian kajian honorarium kader Posyandu oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) menjadi isu panas dalam rapat Komisi D DPRD.
Para legislator menuntut Bappeda segera memberikan kejelasan, sebab penundaan realisasi honor dianggap mengabaikan hak para kader.
Anggota Komisi D, Tri Waluko Widodo, menyoroti alasan kajian yang selalu dikemukakan Bappeda.
Tri Waluko Widodo menguraikan, "Dari Bappeda katanya masih dilakukan kajian. Tapi sampai kapan kajian itu dituntaskan. Padahal dari aspek kelembagaan tidak ada persoalan, begitu pula terhadap besaran honor yang bisa mengacu pada standar harga barang dan jasa pemerintah (SHBJ). Memang saat ini terjadi efisiensi, namun harus dipertimbangkan betul karena LKK yang lain juga ada."
Sekretaris Komisi D, Solihul Hadi, menambahkan bahwa kajian tidak boleh menjadi alasan untuk menahan hak masyarakat atas pengabdian yang sudah dilakukan. Solihul Hadi kemudian menegaskan, "Kalau ada kajian, itu sampai kapan harus jelas karena ini adalah hak masyarakat."
Solihul Hadi juga menekankan bahwa peran Posyandu sangat vital dalam mendukung tugas Dinas Kesehatan, terutama menghadapi kasus stunting dan implementasi Posyandu Integrasi Layanan Primer (ILP). Ia mengatakan, "Bagaimana mungkin kasus stunting bisa optimal ditangani tanpa peran dari posyandu. Begitu juga soal deteksi dini kesehatan. Apalagi saat ini ditambahi lagi dengan ILP atau posyandu Integrasi Layanan Primer."
Di sisi lain, anggota Komisi D, Choliq Nugroho Aji, mengkritik bahwa Posyandu seolah dianaktirikan padahal kedudukannya sudah setara LKK lain berdasarkan regulasi.
Choliq Nugroho Aji menandaskan, "Untuk LKK yang lain alokasi anggaran seperti honorarium sudah teranggarkan. Tetapi mengapa posyandu ini seolah dianaktirikan, padahal kiprahnya di masyarakat sudah tidak diragukan."
