JOGJAGRID.COM – Evaluasi mendalam terhadap sistem Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Wirobrajan terus bergulir pasca insiden keracunan Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menimpa siswa SMAN 1 Yogyakarta dan SMA Muhammadiyah 7 Yogyakarta.
Komisi D DPRD Kota Yogya menyoroti secara spesifik dua hal krusial: jeda waktu memasak dan pola distribusi makanan.
Ketua Komisi D DPRD Kota Yogya, Darini, menegaskan bahwa manajemen waktu memasak menjadi kunci utama, terutama karena SPPG tersebut harus melayani banyak sekolah.
"Jangan sampai menu yang dimakan untuk siang tetapi memasaknya malam sebelumnya. Apalagi kalau itu mengandung sayur mayur basah, tentunya jika jeda waktu cukup lama rentan basi," tegasnya.
Menurutnya, potensi keracunan meningkat drastis jika makanan, terutama yang mengandung bahan segar, dimasak terlalu jauh dari waktu konsumsi.
Lebih lanjut, Anggota Komisi D DPRD Kota Yogya, Nurcahyo Nugroho, menambahkan dimensi masalah yang lain, yakni isu distribusi. Ia mengungkapkan bahwa SMAN 1 Yogyakarta merupakan salah satu sekolah yang mendapat giliran distribusi paling akhir.
Anggota Komisi D DPRD Kota Yogya Nurcahyo Nugroho, menambahkan selain manajemen masak dan penyediaan bahan baku, pola distribusinya juga perlu diperhatikan.
Apalagi SMAN 1 Yogyakarta mendapat jatah distribusi MBG yang paling terakhir. Hal ini tentu harus diperhitungkan jarak dan waktu tempuh dengan menu yang disajikan," tambahnya.
Kedua anggota dewan tersebut sepakat bahwa perpaduan antara waktu masak yang terlalu lama dan pola distribusi yang memakan waktu, terutama ke sekolah yang menjadi penerima terakhir, sangat berisiko. Saat ini, SPPG Wirobrajan telah dihentikan operasionalnya oleh Pemkot Yogya, sebuah langkah yang dipuji Darini.
"Responsnya sangat bagus, termasuk prosedur yang menghentikan SPPG untuk sementara," kata Darini.
