Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan :  Waspada, Koruptor Punya Tingkat Kreativitas Luar Biasa
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan :  Waspada, Koruptor Punya Tingkat Kreativitas Luar Biasa

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan : Waspada, Koruptor Punya Tingkat Kreativitas Luar Biasa

 


JOGJAGRID.COM : Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan hadir secara daring dalam Serial Diskusi Membedah Praktik Korupsi Kepala Daerah yang diselenggarakan Diksi Milenial Yogyakarta di Grand Tjokro Gejayan, Kamis (8/4/2021).

Di hadapan puluhan mahasiswadari perwakilan berbagai organisasi kampus di DIY serta sejumlah pembicara seperti Guru Besar FH UNS Prof Pujiyono Suwadi, Ketua Pukat UGM Totok Dwi Diantoro dan Ahli Hukum Pidana FH UII Dr Mahrus Ali, Anies menyorot soal isu korupsi yang belakangan tetap marak saat pandemi.

Anies menyebut koruptor memiliki tingkat kreativitas yang luar biasa. Mereka mampu membuat suatu terobosan-terobosan dalam melakukan praktik korupsi sehingga perlu diwaspadai.

“Ada setidaknya tiga unsur penyebab munculnya korupsi, yaitu korupsi karena kebutuhan, keserakan dan sistem. Menurutnya, korupsi karena kebutuhan diselesaikan dengan memberikan pendapatan yang cukup untuk hidup layak,” kata Anies.

Anies mengatakan jika kebutuhan hidup layak tidak bisa dipenuhi di tempat dia bekerja, maka tanggung jawab di rumah yang harus ditunaikan dia harus cari peluang lain untuk bisa nenutup kebutuhannya.

Anies mengatakan, bila kewenangan yang dimiliki dipandang sebagai cara untuk mendapatkan pendapatan tambahan maka menjadi masalah. Misalnya kebutuhan hidupnya Rp10 juta selama satu bulan sedangkan pendapatannya Rp7 juta sebulan, maka selisih Rp3 juta ini bisa diambil lewat kewenangan yang dimiliki.

“Solusinya adalah meningkatkan pendapatannya sehingga kebutuhannya tertutup. Alhamdulillah di Jakarta solusinya adalah dengan pendapatan ASN dibuat setara dengan pendapatan bagi kegiatan-kegiatan lain yang ada di Jakarta. Intinya dibuat cukup, jangan sampai kurang,” katanya.

Anies mengatakan, unsur kedua yaitu keserakahan ini tidak ada batasnya. “Serakah itu sesutu yang tidak ada ujungnya. Cara menghadapinya adalah dengan hukuman yang berat, sanksi yang tegas, sanksi yang tidak pandang bulu,” katanya.

Anies mengatakan, untuk unsur ketiga adalah sistem. Menurutnya sistem ini bukan karena kebutuhan dan keserakahan. “Tapi karena proses yang dikerjakannya, kondisi yang dihadapinya bisa membuat dirinya dinilai bahkan terjebak di dalam praktik korupsi,” katanya.

Anies mengatakan, untuk di Jakarta telah dilakukan pencegahan dengan melakukan smart planning, smart budgeting, smart procurement. “Jadi mulai perencanaan sudah didisgitalisasi, saat penganggaran disteruskan sistem digital. Pengadana juga begitu. Digitalisasi semua level biar bisa nengendalikan praktik di lapangan,” katanya.

Anies mengungkap bawasanya di Jakarta ia berusaha menetapkan lima kesepakatan yang diamini bersama untuk pengelolaan pemerintahan yakni integritas, akuntabel, kolaboratif, inovatif dan berkeadilan. Menurut Anies, kesepakatan tersebut terus dikomunikasikan dalam setiap gerak pemerintahan sehingga menjadi bentuk kebudayaan yang mengakar.

“Memang tidak sehari dua hari jadi ini ya, karena kebiasaan itu harus berlangsung terus-menerus untuk menjadi budaya. Budaya itu tidak bisa muncul dalam sehari,” ungkapnya.

Anies mengaku menemui beberapa kondisi karena koruptor dinilai memiliki kreativitas luar biasa dalam melakukan aksi, terutama untuk penyebab karena keserakahan dan sistem. DKI kini tengah melakukan smart planning dalam melakukan berbagai pengadaan baik barang atau jasa untuk mencegah praktik korupsi.

 

“Kami juga punya pengawas yang disebut KPK ibukota. Ini juga memiliki fungsi pencegahan agar korupsi tidak terjadi di Jakarta,” tandasnya.

Di hadapan mahasiswa, Anies juga menceritakan bawasanya pemimpin kerap kali menemui situasi yang dilematis. Hal ini kadang membuat para pemimpin terjebak dalam kebijakan yang tidak berpihak pada masyarakat.

“Kadang ada dilema yang dialami pemimpin, yakni kadang harus mengambil keputusan yang baik untuk masyarakat namun cara prosedurnya kurang benar. Di sisi lain kadang prosedurnya benar hanya kurang baik untuk masyarakat. Di sini pemimpin harus ambil langkah. Kadang kita harus mengambil keputusan dalam dua situasi itu,” kata dia.

Ketua Pukat UGM, Totok Dwi Diantoro mengatakan situasi yang terjadi saat ini memang memperlihatkan situasi di mana pemerintah kerap kali menelurkan kebijakan berseberangan dengan aspirasi masyarakat. Pukat melihat adanya beberapa indikasi di antaranya pembangunan infrastruktur yang tak sesuai sasaran serta peraturan undang-undang yang dirasa tidak tepat.

“Penentuan prioritas pembangunan yang tak inline dengan aspirasi masyarakat. Misalnya pembangunan bandara mangkrak, yang justru menjadi kerugian. Misalnya juga perijinan yang njlimet, namun justru sayangnya direspon dengan terbitnya Omnibuslaw. UU Cipta Kerja misalnya digunakan untuk menyederhanakan perijinan tapi justru mempengaruhi lingkungan hidup,” tandas dia.

Pukat UGM mengingatkan bahwa pemerintah seharusnya kembali pada semangat integritas, jujur serta berupaya menghindari kemungkinan konflik kepentingan. “Di sini peran pengawasan menjadi sangat penting, karena korupsi muncul setelah ada kewenangan besar, diskresi yang tidak ada pengawasan,” pungkas Totok.

Advertisement banner

Baca juga:

Admin
Silakan ikuti kami di media sosial berikut.