JOGJAGRID.COM : Pekerja seni dan budaya tidak boleh berhenti melahirkan karya-karya kreatif, meski kondisinya sedang prihatin.
Justru akan sangat memprihatinkan jika mereka tidak berkarya. Kondisi pandemi harus direspon dengan cara-cara yang tidak biasa agar tetap survive.
Hal itulah yang melatari pergelaran
Festival Survive Bumi Panggung oleh Desa Budaya Bumi Panggung Desa Panggungharjo, Sewon, Bantul, 1-31Agustus 2020.
“Bagi mereka, tetap produktif bukan melulu perkara survive ekonomi, melainkan juga survive budaya yang kemudian melahirkan kelestarian. Memang ini masa prihatin, namun betapa prihatinnya jika kita kehilangan produk budaya setelah pandemi ini berakhir,” ujar Nurohmad selaku ketua panitia festival itu Sabtu (29/8).
Festival ini, lanjut Nurohmad, merupakan program kerja dari Desa Budaya Bumi Panggung Desa Panggungharjo, Sewon, Bantul, dalam merespon kondisi saat ini. Bertajuk Festival Virtual Bumi Panggung “Survive”, kegiatan ini mengundang pekerja seni dan budaya di Desa Panggungharjo untuk ikut serta dalam pameran virtual.
Festival ini akan digelar secara sebulan penuh pada bulan Agustus 2020, melalui situs web www.festivalvirtual.bumipanggung.id. Selain pameran karya seni, juga akan ada pameran kuliner serta berbagai pertunjukan yang juga digelar secara virtual. Ada juga berbagai sesi webinar dengan beragam tema menarik seputar upaya survive pekerja seni dan budaya.
“Berdekatan dengan kampus ISI, jumlah pekerja seni dan budaya di Panggungharjo ini melimpah. Sementara sebagian dari mereka cukup prihatin. Selain sebagai upaya survive, festival ini juga berharap ada sisi edukasinya dalam menghadapi pandemi. Makanya tema kita adalah Ndhudhuk-Ndhudhah-Ndhidhik,” kata Nano Warsono selaku konseptor pada festival tersebut.
Nano membeberkan, ndhudhuk merupakan upaya untuk menggali potensi seni dan budaya yang masih produktif. Setelah itu dilakukan ndhudhah, yaitu upaya mengangkat potensi dalam rangka survival di tengah pandemi. Upaya terakhir adalah ndhidhik yaitu pembelajaran yang ditujukan kepada masyarakat.
Kegiatan ini diharapkan mampu membantu para pekerja seni dan budaya serta mengedukasi masyarakat tentang pentingnya sikap untuk tetap menjaga dan melestarikan kebudayaan yang dimilikinya.
“Artinya, jangan sampai produk seni dan budaya kita ini justru nantinya hilang karena terlalu sibuk memikirkan pandemi dan ekonomi. Dengan cara ini, pekerja seni dan budaya justru mendapatkan dua hal, kelestarian budaya sekaligus survive secara ekonomi,” lanjut Direktur Galeri Katamsi ISI Yogyakarta tersebut.