JOGJAGRID.COM: DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) DIY melakukan aksi menggugat dan menolak Omnibus Law atau RUU Cipta Lapangan Kerja, di Tugu Pal Putih atau Tugu Golong Gilig, Cokrodiningratan, Jetis, Yogyakarta, DIY, Senin (31/8/2020).
Ketua DPD KSPSI DIY Ruswadi SH MAP menyampaikan, peserta melakukan long march dari perempatan Tugu Jogja menuju kantor DPRD DIY, sembari melakukan orasi budaya dan pentas seni Rampak Buto. Di sepanjang jalan dilakukan aksi simpatik bersih lingkungan, baksos pembagian nasi kotak kepada tukang becak, dan pembagian masker untuk masyarakat.
Rombongan diterima oleh Wakil Ketua DPRD DIY Huda Tri Yudiana ST. Dia mendukung dan berjanji akan meneruskan aspirasi dari KSPSI DIY ini ke DPR RI.
Menjawab pertanyaan wartawan terkait munculnya Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), tanpa menyebutkan nama suatu komunitas tertentu secara spesifik, Ruswadi menegaskan komitmennya untuk mendukung pemerintahan yang sah, dan menolak adanya kelompok yang mengatasnamakan Indonesia tapi malah justru berpotensi memecah belah keutuhan NKRI.
Menurut Ruswadi, draft RUU dibuat hanya dengan semangat untuk mendongkrak investasi. Ketiadaan transparansi dan pelibatan masyarakat sipil atau buruh dalam penyusunan draft RUU menyebabkan buruh bertanya-tanya dan curiga ihwal keberpihakan pemerintah yang tidak adil.
"Beberapa bagian dari RUU Cipta Kerja yang berpotensi memperburuk kehidupan buruh yakni hilangnya hak cuti buruh perempuan saat haid dan melahirkan, pengurangan dan pemusnahan pesangon, hilangnya UMK atau UMSK, pekerja kontrak tanpa batasan waktu, waktu kerja yang sangat eksploitatif, PHK yang dipermudah dan cenderung semena-mena, pengurangan dan pemusnahan jaminan sosial, TKA yang dipermudah ijin masuknya yang bisa mengancam buruh atau pekerja di Indonesia, dan hilangnya sanksi pidana bagi pengusaha," ungkap Ruswadi, Sekretaris DPD KSPSI DIY RM Krisna Murti.
Kondisi demikian, kata Ruswadi, semakin menguatkan dugaan bahwa, Omnibus Law atau RUU Cipta Kerja yang tengah disusun akan menjelma menjadi malapetaka yang akan memperburuk kehidupan buruh dan melanggengkan praktik perampasan ruang hidup serta kerusakan ekologis yang dampaknya akan kembali dipikul oleh masyarakat.
Penolakan juga terjadi di masyarakat, dan di Jogja muncul gerakan oleh kalangan buruh atau pekerja, dan tidak ketinggalan elemen mahasiswa. "Menanggapi gerakan mahasiswa yang juga ikut menolak RUU Omnibus Law, KSPSI sangat mengapresiasi namun menghimbau agar demo tidak mengganggu jalannya aktivitas perekonomian warga sekitar lokasi," ujar Ruswadi.
Ruswadi meyakini bahwa Omnibus Law akan menyusahkan pekerja atau buruh dan menguntungkan investor jika disahkan. Apalagi ada wacana tentang penghapusan pesangon UMK dan tidak adanya jaminan sosial, bebas masuknya TKA, sistem kerja kontrak seumur hidup, waktu kerja yang sangat eksploitatlf, PHK dipermudah, dan hilangnya sanksi pidana bagi pengusaha.
"Secara lebih detil Kontraversi RUU Cipta Kerja bagi kalangan pekerja atau buruh memang terletak pada klaster ketenagakerjaan dengan fokus isu mengenai kemudahan perijinan. Oleh karena gerakan moral yang dilakukan oleh pekerja atau buruh adalah tolak dan cabut klaster ketenagakedaan dari RUU Omnibus Law," terang Ruswadi.
Ruswadi prihatin suara buruh yang merupakan bagian dari rakyat semakin terabaikan, dan tidak dibukanya ruang bagi partisipasi buruh atau pekerja.
Ruswadi menuturkan, RUU Cipta Kerja atau yang lebih dikenal dengan Omnibus Law adalah undang-undang yang direncanakan oleh Pemerintah untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Undang-undang ini diharapkan menjadi lnstrumen kebijakan sapu jagad yang bisa menghapus dan menyederhanakan berbagai jenis perijinan dan non perijinan yang terdapat dalam berbagai jenis undang-undang sektoral dengan tidak perlu merevisi undang-undang tersebut satu-persatu.
Oleh pemerintah RUU Cipta Kerja atau Omnibus Law diyakini sebagai sebuah strategi dan harapan baru dalam mewujudkan pelayanan publik yang sederhana, bersih, dan transparan sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan investasi yang lebih tinggi serta dapat menciptakan lebih banyak lapangan kerja untuk mengatasi pengangguran di Indonesia.
RUU Cipta Kerja dalam proses penyusunannya maupun materi muatannya menimbulkan banyak kontroversi proses penyusunan yang cenderung tertutup serta pengaturan yang melebar dengan membangun berbagai asumsi yang menyasar dan membawa konsekuensl pada berbagai aspek yang sangat fundamental.
Pemerintah yang seolah-olah menutup telinga, tidak bersedia mendengarkan suara rakyat mengakibatkan bangsa berjalan menuju lorong gelap demokrasi. Produk hukum kerap kali melukai rasa keadilan. Pengelolaan ekonomi dan sumber daya alam gagal menyejahterakan buruh dan rakyat. Integritas diri para pengambil kebijakan publik hilang oleh godaan syahwat kekuasaan dan cenderung mengutamakan kepentingan pribadi dan golongannya.
RUU Cipta Kerja yang tidak lama lagi akan dilahirkan menjadi undang-undang adalah bukti keangkuhan dan kesombongan Pemerintah meninggalkan suara dan jeritan kaum Buruh Indonesia.