JOGJAGRID.COM – Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Minuman Beralkohol di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Yogyakarta memakan waktu yang cukup lama, hampir satu tahun, setelah pada periode sebelumnya sempat terhenti dan tidak dapat dituntaskan.
Namun, pada periode ini, Pansus Raperda Minuman Beralkohol berhasil menyepakati regulasi komprehensif tersebut, yang mencakup pengendalian, pengawasan, dan pelarangan minuman beralkohol. Ketua Pansus Raperda Minuman Beralkohol DPRD Kota Yogya, Susanto Dwi Antoro, menjelaskan bahwa dinamika pembahasan yang panjang tersebut merupakan bagian dari upaya penjaringan aspirasi guna menghasilkan produk hukum yang komprehensif.
Susanto Dwi Antoro mengungkapkan bahwa Perda ini sangat komprehensif, bertujuan menanggapi dampak kompleks peredaran dan konsumsi minuman beralkohol terhadap ketertiban umum, kesehatan masyarakat, keamanan, serta nilai sosial budaya di Kota Yogyakarta.
Ia menegaskan, "Peningkatan jumlah penduduk, arus wisatawan, dan pertumbuhan ekonomi mendorong tingginya permintaan, sehingga pengendalian dan pengawasan ketat mutlak diperlukan untuk melindungi masyarakat, terutama generasi muda, dari risiko penyalahgunaan dan dampak negatifnya."
Perda ini membagi minuman beralkohol menjadi tiga golongan berdasarkan kadar etanolnya. Golongan A, yang memiliki kadar etanol sampai 5 persen, diizinkan dijual di supermarket atau hypermarket. Sementara itu, aturan ketat diberlakukan untuk penjualan Golongan B (kadar etanol 5-20 persen) dan Golongan C (kadar etanol 20-55 persen).
Minuman Golongan B dan C hanya boleh dijual di hotel bintang 3 ke atas atau pub dan hanya untuk minum di tempat. Selain pembatasan jenis tempat, Susanto juga menyebutkan larangan lokasi penjualan secara spesifik, menyatakan, "Secara tegas, penjualan minuman beralkohol dilarang di sejumlah tempat, termasuk area permukiman, minimarket, radius 100 meter dari tempat ibadah atau pendidikan, kaki lima, pasar rakyat, stasiun, terminal, dan lain sebagainya."
Ia juga menekankan bahwa hanya minuman beralkohol yang telah berizin dan berlabel resmi dalam kemasan yang diizinkan beredar.
Perda ini juga menetapkan pelarangan total terhadap produksi, distribusi, dan konsumsi minuman oplosan, di mana Pansus meminta Pemerintah Kota (Pemkot) untuk menerapkan penegakan hukum yang tegas tanpa kompromi bagi setiap pelanggar yang nekat memproduksi atau mengedarkan minuman oplosan di Kota Yogya.
Untuk memudahkan pengawasan, Pansus juga merekomendasikan Pemkot untuk menyiapkan sistem pelaporan digital yang dapat dimanfaatkan masyarakat, sehingga warga dapat melaporkan setiap dugaan pelanggaran dengan cepat. Pelanggaran terhadap Perda ini dapat dikenai sanksi pidana yang berat, berupa kurungan maksimal 3 tahun atau denda sebesar Rp 50 juta.
