Tanah, Pewarisan, dan Problematika (Ruang Tinggal) Jadi Tema Besar Linimasa#8 2025
Tanah, Pewarisan, dan Problematika (Ruang Tinggal) Jadi Tema Besar Linimasa#8 2025

Tanah, Pewarisan, dan Problematika (Ruang Tinggal) Jadi Tema Besar Linimasa#8 2025

JOGJAGRID.COM : Taman Budaya Yogyakarta kembali menghadirkan Linimasa#8 pada bulan Juni 2025.

Linimasa merupakan parade teater yang berlangsung secara tahun di TBY.

Mempertahankan tanah sebagai identitas ialah upaya menyintas melalui ingatan- ingatan. 

Hari ini tanah menjadi persoalan krusial dimana segelintir kekuasaan bisa saja segera menyerebot tanpa memandang sejarah yang sudah dibangun oleh para generasinya. 

Ada kepentingan-kepentingan simbolik yang sedang bergentayangan untuk menguasai harapan. Ada hantu-hantu yang siap menyergap dan menguasai apa itu sumber kehidupan.

Ada yang sedang merawat tanahnya sebagai laju warisan leluhur untuk kelangsungan masa depan, ada yang merenggut dimana komoditas menjadi orientasi utama atas nama ekonomi dan kebudayaan. 

"Ada yang membentengi dengan narasi lokalitas dan mitologi. Ada pula yang menghancurkan dengan teknologi dan modernitas," kata panitia acara itu, Dr. Koes Yuliadi, M.Hum didampingi Elyandra Widharta dan
Agung Sri Anasih, Jumat 20 Juni 2025.

Gaung yang dulu bergema tentang gemah ripah loh jinawi kini tinggal suara akar rumput dan akan menghilang selamanya.

Tongkat dan kayu tidak lagi jadi tanaman tapi kolam susu itu segera berubah menjadi beton dan mesin-mesin penghancur ekosistem manusia. Ada yang hilang dari nilai manusia merangkul tanahnya.

Pernah pada suatu masa di Italia, untuk memiliki dan meneguhkan tanah sangat dibutuhkan kehadiran para retoris. Penegasan kepemilikan tanah membutuhkan perdebatap panjang dan bisa hingga peperangan. Untuk itu di kebudayaan-kebudayaan Timur seringkali berpihak pada nuansa matrifokalitas, tanah menjadi hak milik kaum perempuan atau adat. Para perempuanlah yang berhak mendiami tanah-tanah keluarga. Bisa juga tanah menjadi milik adat atau menjadi tanah ulayat. 

Pemerintah juga memiliki kuasa untuk meneguhkan hal itu untuk menjaga ketenteraman dan kedamaian. Akan tetapi kedamaian tanah bukan hanya sekedar formalitas dan kepemilikan. Tanah juga memiliki "jiwa" hingga masyarakat tradisional menyelenggarakan beragam ritus untuk menyapa dan menjaga tanah.

Kini pemberdayaan atas tanah tidak sekedar untuk hutan, kebun, dan hunian. Sejengkal tanah tiba-tiba bisa menjadi milik siapa saja dengan menempatkan gerobak, mendatangkan buldoser, dan mebubuhkan cita-cita bersama untuk kemakmuran, hingga mengaburkan kepemilikan. Atau bisa juga mendapatkan kepemilikan dengan "mengawini" perempuan-perempuan lokal, atau berkolaborasi dengan penguasa "lokal". 

Dimanakah kesadaran memuliakan tanah, menghormati "jiwa' yang ada, menyiapkan ritus-ritus agar keindahan. semua tetap terjaga? Marilah kita kembali mencoba memuliakan tanah dengan jalan keindahan.

Penampil :

1. Paksi Raras Alit (Teater SD Tumbuh)
2. Landung Simatupang (Perkumpulan Seni Nusantara Baca)
3. Hanif Joaniko Putra (Tarikatur)

Advertisement banner

Baca juga:

Admin
Silakan ikuti kami di media sosial berikut.