YOGYAKARTA: Perwakilan seniman dari 16 negara dunia berkumpul di Tebing Breksi Jumat (13/9/2019) petang. Mereka berpartisipasi dalam agenda Yogyakarta International Folklore Festival 2019 yang digagas Pemda DIY melalui Dinas Pariwisata.
Para seniman undangan tersebut berasal dari Nigeria, Nepal, Thailand, Bangladesh, Belanda, Vietnam, Filipina, Malaysia, Korea, Kamboja, Kanada, Slovakia, Australia, Jepang, India, Turki, Taiwan, Polandia, Rumania, Turkish dan Tunisia. Mereka melakukan berbagai aktivitas diantaranya menyaksikan langsung berbagai atraksi kesenian, cerita rakyat, workshop dan pengenalan permainan tradisional juga melakukan dialog memperkenalkan budaya masing-masing.
Secara khusus, mereka mendapatkan cerita rakyat bagaimana Tebing Breksi bisa berubah wajah menjadi luar biasa seperti saat ini. Drs Tri Saktiyana, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekretariat Daerah Pemda DIY mengungkap luar biasanya cerita Breksi menjadi hal tersendiri yang diceritakan kepada peserta dari luar negeri.
“Kita sengaja pilih Tebing Breksi karena ceritanya luar biasa bagaimana dari masyarakat untuk masyarakat. Dulunya tebing ini hanya digunakan untuk tambang batu dengan nilai ekonomi sangat rendah bahkan merusak alam. Sekarang menjadi sangat luar biasa dengan banyak nilai tambah dan itu semua andil masyarakat. Kami ingin sampaikan pesan ini ke seluruh dunia, melalui festival ini,” ungkapnya pada wartawan di sela pembukaan.
Sepanjang sore hingga malam hari, para peserta dari luar negeri dan wisatawan yang berada di Tebing Breksi disuguhi berbagai atraksi menarik seperti angguk, jathilan, tari badui, serta penampilan tarian dan kesenian lain dari beberapa peserta yang ikut dalam acara tersebut. Dengan suasana taman Tebing Breksi yang indah berpadu dengan atraksi yang dikemas menarik, tentunya acara ini juga akan menjadi media efektif mempromosikan pariwisata di wilayah DIY.
“Agenda ini merupakan diplomasi budaya yang baru pertama kali diadakan. Tujuannya untuk menjaga hubungan baik dengan semua negara berbasis diplomasi kebudayaan dan seni yang harapannya dengan sifatnya yang cair bisa berimbas pada hubungan lainnya baik secara ekonomi dan politik,” sambung Saktiyana.
Sementara Satori, salah satu peserta dari Jepang yang datang bersama tiga rekannya Soko, Nao dan Yumi mengaku sangat antusias mengikuti program Festival Folklore Internasional di Yogyakarta. Ia mengaku bisa belajar banyak kebudayaan secara langsung yang membuat pengalaman menjadi lebih kaya.
“Kami bisa melihat banyak budaya, kami bisa belajar juga banyak hal baru secara langsung. Dalam event ini kami juga sengaja tampilkan sebuah tarian yang temannya tentang pesta musim panas yakni Tarian Obon,” ungkapnya. (Don)
Para seniman undangan tersebut berasal dari Nigeria, Nepal, Thailand, Bangladesh, Belanda, Vietnam, Filipina, Malaysia, Korea, Kamboja, Kanada, Slovakia, Australia, Jepang, India, Turki, Taiwan, Polandia, Rumania, Turkish dan Tunisia. Mereka melakukan berbagai aktivitas diantaranya menyaksikan langsung berbagai atraksi kesenian, cerita rakyat, workshop dan pengenalan permainan tradisional juga melakukan dialog memperkenalkan budaya masing-masing.
Secara khusus, mereka mendapatkan cerita rakyat bagaimana Tebing Breksi bisa berubah wajah menjadi luar biasa seperti saat ini. Drs Tri Saktiyana, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekretariat Daerah Pemda DIY mengungkap luar biasanya cerita Breksi menjadi hal tersendiri yang diceritakan kepada peserta dari luar negeri.
“Kita sengaja pilih Tebing Breksi karena ceritanya luar biasa bagaimana dari masyarakat untuk masyarakat. Dulunya tebing ini hanya digunakan untuk tambang batu dengan nilai ekonomi sangat rendah bahkan merusak alam. Sekarang menjadi sangat luar biasa dengan banyak nilai tambah dan itu semua andil masyarakat. Kami ingin sampaikan pesan ini ke seluruh dunia, melalui festival ini,” ungkapnya pada wartawan di sela pembukaan.
Sepanjang sore hingga malam hari, para peserta dari luar negeri dan wisatawan yang berada di Tebing Breksi disuguhi berbagai atraksi menarik seperti angguk, jathilan, tari badui, serta penampilan tarian dan kesenian lain dari beberapa peserta yang ikut dalam acara tersebut. Dengan suasana taman Tebing Breksi yang indah berpadu dengan atraksi yang dikemas menarik, tentunya acara ini juga akan menjadi media efektif mempromosikan pariwisata di wilayah DIY.
“Agenda ini merupakan diplomasi budaya yang baru pertama kali diadakan. Tujuannya untuk menjaga hubungan baik dengan semua negara berbasis diplomasi kebudayaan dan seni yang harapannya dengan sifatnya yang cair bisa berimbas pada hubungan lainnya baik secara ekonomi dan politik,” sambung Saktiyana.
Sementara Satori, salah satu peserta dari Jepang yang datang bersama tiga rekannya Soko, Nao dan Yumi mengaku sangat antusias mengikuti program Festival Folklore Internasional di Yogyakarta. Ia mengaku bisa belajar banyak kebudayaan secara langsung yang membuat pengalaman menjadi lebih kaya.
“Kami bisa melihat banyak budaya, kami bisa belajar juga banyak hal baru secara langsung. Dalam event ini kami juga sengaja tampilkan sebuah tarian yang temannya tentang pesta musim panas yakni Tarian Obon,” ungkapnya. (Don)