Mengintip Wajah Lain Ratu Laut Kidul
Mengintip Wajah Lain Ratu Laut Kidul

Mengintip Wajah Lain Ratu Laut Kidul

JOGJAGRID.COM, Bantul - Aroma dupa terbawa oleh angin laut Pantai Parangkusumo, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Senin, 16 September 2019. Wanginya menyeruak memasuki rongga penciuman. Kesan mistis makin terasa di lokasi itu.

Debur ombak yang bergulung dari arah selatan seperti berkejaran, berlomba menuju bibir pantai, kemudian pecah, membuih, dan meninggalkan jejak putih di atas pasir berwarna kehitaman.

Tiga pria duduk menghadap laut. Mereka menunggu ombak-ombak itu datang menjemput sesaji yang diletakkan pada nampan di hadapan mereka.

Dua dari pria itu menggenggam beberapa batang dupa. Asapnya meliuk-liuk seperti mengikuti nada yang dihembuskan oleh angin.

Seorang pria yang mengenakan surjan (pakaian adat Jawa Tengah), Harsono, khusyuk merapal doa. Matanya terpejam. Dia tak peduli biar pun ada orang di sekelilingnya. Harsono adalah salah seorang juru kunci Pantai Parangkusumo.

Matahari yang bersinar terik dan air yang memercik seolah tak dia rasakan. Bibirnya terus komat-kamit memanjatkan hajat pria berbaju putih yang ada di samping kirinya.

Satu pria lain, yang berada di sebelah kanan Harsono, dengan cakap menyiapkan uba rampe atau barang-barang yang dibutuhkan oleh Harsono dan peziarah berbaju putih. Nampaknya dia bertindak sebagai asisten Harsono.

Tiba-tiba gulungan ombak dari tengah samudera lebih tinggi dan kencang. Tapi, ketiganya bergeming. Beberapa belas menit mereka duduk di lokasi itu, yang menurut Harsono, merupakan jalan menuju gerbang kerajaan pantai selatan.

Ketiganya lalu berdiri dan berjalan menuju laut diikuti oleh beberapa pengunjung pantai. Jarak ketiganya hanya beberapa meter dari air. Kemudian mereka kembali duduk bersila. Tapi kali ini tanpa dupa.

Dua nampan berisi sesaji sudah 'dilabuh'. Sebagian terbawa oleh air, sebagian lainnya yang masih mengambang, menjadi rebutan warga yang hadir.

Beberapa kali ombak datang menyapa dan membasahi mereka. Percikan ombak yang lembut yang terbawa angin membentuk semacam kabut di kejauhan.

Setelah membasuh muka dengan air laut, pria berbaju putih kemudian kembali memanjatkan doa. Lalu ketiganya kembali menjauh dari bibir pantai.

Ritual itu adalah melabuh sesaji. Namun, pria berbaju putih itu enggan menjelaskan tujuan dari ritual. Harsono pun hanya mengatakan bahwa itu merupakan hajat pribadi pria yang mengaku berasal dari Jakarta.

"Kanjeng Ratu Kidul itu yang menguasai pantai selatan. Labuhan sesaji ini untuk meminta doa restu, seperti yang dilakukan oleh bapak dari Jakarta ini, mempunyai tujuan tertentu," kata Harsono sebelum acara ritual.

Saat ditanya mengenai sosok Ratu Pantai Selatan, Harsono menyarankan untuk menemui pimpinan juru kunci (kuncen) Pantai Parangkusumo, Sarjini, di rumahnya, yang terletak beberapa ratus meter dari area wisata Pantai Parangkusumo.

Saat ditemui di rumahnya, Sarjini, yang diberi gelar Mas Wedono Sularso Jaladri oleh Keraton Yogyakarta, memakai peci berwarna putih dan kemeja batik berwarna merah maroon.

Sarjini menjelaskan awal mula munculnya Ratu Pantai Selatan, atau Kanjeng Ratu Kidul. Menurut Sarjini, sebelum menjadi penguasa laut selatan, Kanjeng Ratu Kidul adalah manusia biasa. Dia merupakan putri dari Prabu Munding Sari, Raja Pajajaran di Jawa Barat. Nama aslinya adalah Roro Sawidi.

Roro Sawidi memiliki paras yang cantik jelita dan mempunyai banyak kelebihan, termasuk ilmu kanuragan. Dengan ilmu dan kelebihan yang dimilikinya Roro Sawidi enggan menikah dan ingin hidup hingga akhir zaman. Hanya akan meninggal saat dunia sudah berakhir.

Roro Sawidi pun meminta tolong pada Prabu Munding Sari. Tapi Prabu Munding Sari murka. Dia menyuruh Roro Sawidi untuk pergi dari kerajaan dan mengatakan bahwa manusia tidak akan bisa hidup sampai akhir zaman.

Roro Sawidi kemudian berjalan kaki sambil bermeditasi dari Pajajaran hingga ke Pantai Parangtritis. Di pantai itu, Roro Sawidi melanjutkan meditasinya, dan bertemu dengan dewa. Dewa berkenan mengabulkan permintaannya dengan syarat Roro Sawidi ikhlas meninggalkan raganya.

"Sesudah kamu meninggalkan raga, kamu menjadi roh, kamu menempati bangunan di laut selatan. Kalau dilihat oleh mata batin adalah kerajaan, tapi kalau dilihat dengan mata lahir hanya seperti batu kerucut warna biru hitam di tengah laut. Kamu menjadi ratu di laut selatan, namanya Kanjeng Ratu Kidul," Sarjini mengisahkan.

Ratu Kidul juga diwajibkan untuk menolong semua orang, karena di dunia ini hanya ada dua kekurangan, yakni kekurangan harta dan kekurangan ilmu. Dalam menolong pun, dia tidak boleh membedakan satu sama lain, baik dari suku maupun agama.

Sementara, Nyai Roro Kidul, kata Sarjini, merupakan ajudan dari Kanjeng Ratu Kidul.

Berbeda dengan Kanjeng Ratu Kidul, yang dulunya adalah manusia. Nyai Roro Kidul justru dulunya adalah bidadari dari Kayangan, bernama Nawang Wulan.

Saat masih menjadi bidadari, Nawang Wulan jatuh cinta pada manusia, Joko Tarub, dan akhirnya keduanya menikah. Nawang Wulan kemudian tidak diperbolehkan kembali ke Kayangan.

Sama dengan Roro Sawidi, Nawang Wulan kemudian bermeditasi, lalu ditemui oleh dewa. Dewa menyuruhnya untuk ikut dan mengabdi pada Kanjeng Ratu Kidul, dengan catatan harus mengikuti perintah Ratu Kidul.

Penampilan Kanjeng Ratu Kidul dengan Nyai Roro Kidul, menurut Sarjini, hampir sama. Perbedaan antara keduanya hanya pada sorot mata.

"Bedanya dengan Kanjeng Ratu Kidul pada sorot matanya. Kanjeng Ratu Kidul itu sorot matanya tajam, dan jika bertemu seseorang, dia tidak mau berkata-kata, hanya tersenyum," jelasnya.

Selain memiliki ajudan, yakni Nyai Roro Kidul, Kanjeng Ratu Kidul juga mempunyai dayang-dayang, di antaranya Roro Sumekar, Rengganis, Roro Ayu, Nawangsih, dan beberapa lainnya. Mereka semua memiliki kelebihan masing-masing.

"Pintu gerbang Kerajaan Ratu Kidul itu di Parangkusumo, setelah itu ada pelataran, kemudian ada gerbang lagi yang dijaga dayang-dayang," tuturnya.

Hubungan Kanjeng Ratu Kidul dan Raja Mataram

Kisah tentang penguasa ratu selatan memiliki berbagai versi, termasuk tentang hubungan khususnya dengan raja-raja kerajaan Pajang dan Mataram, yang sekarang menjadi Keraton Yogyakarta.

Sarjini menuturkan, hubungan antara Ratu Kidul dengan Raja Mataram diawali oleh putra dari Ki Ageng Pamanahan, yakni Danang Sutowijoyo, yang berniat membangun kerajaan dan menjadi Raja Pajang.

Usaha Danang Sutowijoyo sudah dilakukan beberapa tahun, namun hasilnya nihil. Bahkan para pekerjanya banyak yang tiba-tiba meninggal dunia. Danang pun hampir putus asa. Tapi, dia kemudian menghubungi eyangnya, yakni Ki Juru Mertani, untuk meminta bantuan.

Ki Juru Mertani menyarankan agar Danang Sutowijoyo mengikuti air Sungai Opak dengan menggunakan rakit. Nantia setelah rakit berhenti, Danang Sutowijoyo harus bermeditasi dan tidak boleh membatalkan meditasinya sebelum ada pertolongan yang datang.

Danang Sutowijoyo pun mengikuti petunjuk dari eyangnya. Dia sampai di tepi Pantai Parangtritis, tepatnya di Desa Pamancingan. Setelah itu dia duduk di atas batu gilang dan bersemedi.

"Orang semedi itu kan panas, lantas Kanjeng Ratu Kidul kaget, kok hawanya di keraton panas, ada apa?. Dia lalu mengutus Nyai Roro Kidul, untuk mengecek apa yang terjadi," papar Sarjini.

Setelah melihat Danang Sutowijoyo, Nyai Roro Kidul kemudian melapor pada Kanjeng Ratu Kidul mengenai hal itu, bahwa ada trah raja yang sedang bersemedi.

Kanjeng Ratu Kidul kemudian menemui Danang Sutowijoyo, dan menanyakan tujuannya bersemedi. Danang menjelaskan, bahwa tujuannya adalah ingin membuat kerajaan, dan meminta bantuan pada Ratu Kidul.

Ratu Kidul kemudian membantunya dengan perjanjian bahwa yang akan dibantu bukan hanya Danang Sutowijoyo, tapi sampai anak cucunya. Ratu Kidul juga menjadi istri secara batin Danang Sutowijoyo dan keturunannya, yakni Raja-raja Mataram.

source: tagar.id
Advertisement banner

Baca juga:

Admin
Silakan ikuti kami di media sosial berikut.