JOGJAGRID.COM – Lembaga penjaga konstitusi negara kembali menegaskan komitmennya untuk mendekatkan akses keadilan kepada masyarakat, dengan menjalin sinergi kuat bersama dunia pendidikan. Hal ini terungkap dalam Diskusi Konstitusi 2025 yang diselenggarakan oleh Universitas Cokroaminoto Yogyakarta (UCY) pada Sabtu, 27 September 2025, di Auditorium UCY.
Mengangkat tema "Urgensi Kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Memperkuat Konstitusi", acara ini menghadirkan Ketua MK RI, Dr. Suhartoyo S.H., M.H., bersama Sekretaris Jenderal MK-RI, Dr. Heru Setiawan, S.E, M.SI., dan Dekan Fakultas Hukum UCY, Dr. Eka Priambodo, S.H., M H.
Memperluas Misi Konstitusi di Lingkup Akademik
Ketua MK, Dr. Suhartoyo, menegaskan bahwa tugas Mahkamah Konstitusi jauh melampaui urusan ruang sidang. MK kini memandang kampus sebagai "Agen Konstitusi" utama.
"MK sudah bekerjasama dengan sekitar 68 perguruan tinggi di Indonesia sebagai agen untuk bisa menyampaikan tentang konstitusi kepada masyarakat," jelas Dr. Suhartoyo. Ia berharap sinergi ini melahirkan diskusi-diskusi produktif di kalangan mahasiswa dan dosen, yang pada akhirnya akan meningkatkan pemahaman mendalam tentang Konstitusi dan Pancasila.
Komitmen MK dalam menjalankan misi edukasi ini ditunjukkan dengan kebijakan yang unik: narasumber dari MK, baik hakim maupun pejabat, dilarang menerima honorarium saat mengisi acara di kampus.
"MK sudah di-backup dengan segala pembiayaannya. Kami tidak boleh membebani institusi yang akan dihadiri," ujar Dr. Suhartoyo. Aturan ini, sebutnya, adalah stimulus negara agar fokus utama kegiatan tetap pada substansi, yaitu penyebarluasan nilai-nilai konstitusi, bukan hal-hal yang bersifat finansial.
Transformasi Digital Menjamin Hak Judicial Review
Salah satu kabar baik yang disampaikan Ketua MK adalah tentang kemudahan akses justisi di era digital. Masyarakat yang merasa hak konstitusionalnya dirugikan oleh produk undang-undang kini dapat mengajukan gugatan atau uji materi (judicial review) dengan sangat mudah.
Proses permohonan dapat dilakukan secara online melalui Zoom, email, atau kanal digital lainnya. Bahkan, proses persidangan, termasuk menghadirkan saksi dan ahli, tidak lagi mengharuskan mereka hadir secara fisik di Mahkamah.
Menurut Dr. Suhartoyo, kemudahan ini krusial sebab undang-undang adalah milik semua warga negara.
"Kalau ada produk undang-undang mencederai rasa keadilan, maka undang-undang itu bisa dibawa ke MK," tegasnya, memastikan bahwa warga negara tidak boleh kesulitan atau terhalang saat ingin mengajukan gugatan ke MK.
Mengingat Kembali Lima Kewenangan Pilar Negara
Untuk memperkuat kesadaran hukum masyarakat, Sekretaris Jenderal MK-RI, Dr. Heru Setiawan, memaparkan kembali lima pilar kewenangan Mahkamah Konstitusi yang termaktub dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945:
* Menguji undang-undang terhadap UUD 1945.
* Memutus sengketa kewenangan antarlembaga negara.
* Memutus pembubaran partai politik.
* Memutus perselisihan hasil pemilihan umum.
* Kewajiban memberi putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Pemahaman akan kewenangan ini adalah modal dasar bagi masyarakat untuk berpartisipasi aktif dan mengawal proses demokrasi.
Kontribusi UCY bagi Kualitas Hukum Nasional
Rektor UCY, Dr. Ir. Hery Kristiyanto, S.T., M.T., IPM., menyatakan bahwa kolaborasi dengan MK telah meningkatkan kualitas pendidikan tinggi hukum di UCY. Ia menegaskan komitmen UCY untuk terus membuka akses pengetahuan mengenai hukum, konstitusi, dan demokrasi bagi seluruh sivitas akademika.
Sebagai bukti perkembangan kampus, Rektor juga mengumumkan prestasi UCY yang pada tahun 2025 ini berhasil menempati peringkat ke-7 PTS terbaik di Kota Yogyakarta dan peringkat ke-11 di tingkat provinsi DIY, berdasarkan pemeringkatan EduRank.
Dekan Fakultas Hukum UCY, Dr. Eka Priambodo, menutup diskusi dengan harapan bahwa sinergi ini akan terus berlanjut. "Melalui Diskusi Konstitusi ini, semoga ada pemahaman bersama untuk mendorong partisipasi aktif dalam demokrasi dan membantu dalam pembangunan kesejahteraan hukum masyarakat," pungkasnya. Diskusi ini menandai bahwa kolaborasi antara MK dan kampus adalah kunci untuk mewujudkan supremasi hukum yang berkeadilan di Indonesia.