JOGJAGRID.COM – Peraturan DPRD Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2010 tentang Kode Etik telah melayani lembaga legislatif selama lebih dari satu dekade. Namun, seiring dengan tuntutan transparansi dan akuntabilitas publik yang semakin tinggi, aturan yang usang tersebut dinilai sudah waktunya 'pensiun' dan diganti.
Badan Kehormatan (BK) DPRD Kota Yogyakarta secara resmi memprakarsai revisi total, menandai dimulainya era baru penegakan integritas di lingkungan dewan.
Ketua BK DPRD, Muhammad Affan, menegaskan bahwa pembaruan ini bersifat mendesak karena kondisi legislasi dan sosial telah berubah drastis sejak 2010. Tujuan utamanya adalah mempertahankan dan melindungi marwah lembaga, yang mencakup martabat, kehormatan, dan citra publik anggota dewan. Revisi ini diharapkan menghasilkan pedoman yang lebih spesifik dan kuat.
Meredam Gejala Nepotisme dan Konflik Kepentingan
Usulan revisi ini telah mendapatkan persetujuan paripurna pada Rabu (25/9) dan ditindaklanjuti dengan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) beranggotakan 12 orang di bawah kepemimpinan Affan Baskara Patria.
Sorotan utama Pansus diarahkan pada pasal-pasal yang mengatur tentang Konflik Kepentingan, khususnya yang melibatkan lingkup keluarga. Kode Etik yang lama memiliki cakupan 'keluarga' yang terlalu luas, bisa mencakup hingga pertalian darah atau semenda (pernikahan) sampai derajat ketiga—jauh melebihi batasan umum (suami, istri, dan dua anak). Ambigu ini menciptakan celah besar yang berisiko digunakan anggota dewan untuk mengambil keputusan politik yang menguntungkan kerabatnya.
Untuk menutup celah nepotisme terselubung ini, revisi akan memperketat definisi keluarga dan menetapkan garis demarkasi yang jelas antara kepentingan pribadi, kelompok, dan kepentingan publik. Penegasan ini krusial agar seluruh keputusan politik di DPRD murni mencerminkan amanah masyarakat.
Sanksi yang Mengikat: Kunci Kepatuhan Legislator
Aspek penting lain yang diperkuat dalam revisi ini adalah mekanisme sanksi. Muhammad Affan menggarisbawahi bahwa Kode Etik baru tidak akan hanya sekadar imbauan moral, tetapi merupakan aturan yang wajib dipatuhi dan memiliki konsekuensi hukum lembaga yang jelas.
BK DPRD memastikan bahwa sistem sanksi yang baru akan diterapkan secara objektif terhadap setiap pelanggaran.
Keberadaan sanksi yang mengikat dan diumumkan secara transparan adalah kunci untuk menumbuhkan akuntabilitas di kalangan para legislator. "Setiap pelanggaran kode etik maka selalu diimbangi dengan sanksi," tegas Affan.
Harapannya, dengan Kode Etik yang lebih ketat, kinerja anggota dewan akan semakin terarah dan berintegritas tinggi di mata masyarakat.