Usik Keistimewaan DIY, Gandung Pardiman :  Berarti Ajak Perang Rakyat Semesta Yogyakarta
Usik Keistimewaan DIY, Gandung Pardiman :  Berarti Ajak Perang Rakyat Semesta Yogyakarta

Usik Keistimewaan DIY, Gandung Pardiman : Berarti Ajak Perang Rakyat Semesta Yogyakarta

 Yogyakarta,-  Komandan Gerakan Pro Penetapan ( GPP ) Sultanku- Gubernurku, Paku Alamku- Wakil Gubernurku, Gandung Pardiman dengan tegas menyatakan jika ada tokoh masyarakat atau siapapan yang mengutak utik Keistimewaan Yogyakarta maka berarti mengajak perangan dengan rakyat semesta Yogyakarta.  Keberadaan Daerah Istimewa Yogyakarta tidak datang begitu saja, namun  ada  sejarah panjang terhadap Yogyakarta dan negara Indonesia. 

" Sebelum Indonesia merdeka berdaulat, Yogyakarta adalah sebuah negara berdaulat berbentuk kerajaan yang diakui dunia," tegas Gandung Pardiman dalam keterangan pers Kamis ( 21/12/2023).

Gandung Pardiman sebagai komandan GPP Sultanku Gubernurku Paku Alamku Wakil Gubernurku telah berjuang   mulai tanggal 30 Desember 2007 dimana Gandung Pardiman sebagai ketua DPD Golkar DIY menggelar Rapat Akbar Sosialisasi Gerakan Bertanya Kepada Rakyat tentang Keistimewaa Yogyakarta yang digelar di Alun - alun selatan Yogyakarta. Kemudian dilanjutkan tanggal 10 Maret 2008 dengan massa 100 ribu orang. Tanggal 28 April 2008 menghadirkan massa 100 ribu orang dengan gerakan bertanya pada rakyat soal keistimewaan.

" Gerakan massa paling besar tanggal 1 Juni  dan 28 Juni di Alun - Alun Utara Yogyakarta dengan jumlah massa mencapai 150 ribu orang. Berdasarkan angket yang disebar  96,8 Rakyat Yogyakarta mengingingkan Keistimewaan Yogyakarta Sultanku Gubernurku, Paku alamku Wakil Gubernurku," tutur Gandung mengenang perjuangannya waktu itu.

Lebih lanjut Gandung menjelaskan Keistimewaan Yogyakarta tidak lahir begitu saja, ada proses sejarah yang barangkali tidak setiap kerajaan di Nusantara mampu melakukannya. Ketika Proklamasi kemerdekaan RI dibacakan tanggal 17 Agustus 1945, sehari berikutnya , Sultan Hamengkubuwono (HB) IX mengirimkan surat resmi yang berisi dukungan kepada republik, selain itu Sultan HB IX bersedia membantu sepenuhnya perjuangan kemerdekaan Indonesia seutuhnya.

" Bahkan waktu itu, Kolonial Belanda membujukRaja Keraton Yogyakarta untuk menentang pernyataan kemerdekaan Indonesia, namun ditolak dengan tegas oleh Sultan HB IX," tutur Gandung Pardiman yang juga ketua DPD Golkar DIY.

Pada  tanggal 5 September 1945, imbuh Gandung, Sri Sultan HB IX  mengeluarkan maklumat September 1945  yang memuat tiga pokok persoalan. Pertama, Yogyakarta berbentuk kerajaan yang merupakan Daerah Istimewa bagian dari republik. Kedua, kekuasaan dalam negeri dan urusan pemerintahan berada di tangan Sultan HB IX. Ketiga, hubungan Yogyakarta dengan republik bersifat langsung dan Sultan HB IX bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

" Hal ini sudah diakui dan dimasukkan dalam konstitusi atau Undang-Undang Dasar 1945 yang  telah mengakui adanya wilayah yang memiliki keistimewaan atau sifat khusus. Menurut Pasal 18B Ayat (1) UUD 1945, negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang," ungkap Gandung.

Kemudian dalam perjalanan selanjutnya, berkat perjuangan seluruh masyarakat Yogyakarta dikeluarkan  Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY, DIY memiliki keistimewaan dalam lima bidang, termasuk terkait tata cara pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur. UU Keistimewaan DIY menyebut, Gubernur DIY harus dijabat oleh Raja Keraton Yogyakarta yang bergelar Sultan Hamengku Buwono yang bertahta, sedangkan Wakil Gubernur DIY dijabat oleh Adipati Kadipaten Pakualam yang bergelar Adipati Paku Alam.
 
" Sehingga sudah jelas bahwa keistimewaan Yogyakarta adalah keinginan masyarakat Yogyakarta secara keseluruhan. Sehingga apabila ada yang mengusik atau mengutak atik keistimewaan Yogyakarta berart akan menghadapi rakyat Yogyakarta secara keseluruhan," ujarnya.

Hal ini sudah dibuktikan dengan adanya statemen politisi Ade Armando yang mengusik monarki Yogyakarta yang berati mengusik Keistimewaan Yogyakarta. Berbagai elemen masyarakat langsung bergerak dan melakukan perlawanan.

" Tanpa ada perintah dan komando dari siapapun, masyarakat Yogyakarta akan bergerak melakukan perlawanan. Hal ini menunjukkan rasa memiliki atau handarbeni masyarakat Yogyakarta terhadap keistimewaan Yogyakarta," pungkas Gandung Pardiman. (Dho)
Advertisement banner

Baca juga:

Admin
Silakan ikuti kami di media sosial berikut.