Fraksi Partai Golkar DPRD DIY Beberkan Catatan Akhir Tahun 2021   
Fraksi Partai Golkar DPRD DIY Beberkan Catatan Akhir Tahun 2021   

Fraksi Partai Golkar DPRD DIY Beberkan Catatan Akhir Tahun 2021  





JOGJAGRID.COM  : Tahun 2021 akan segera berakhir. Beberapa catatan atas capaian kinerja Pemda DIY patut menjadi perhatian. 

Beberapa catatan Indikator Kinerja Utama (IKU) Pemda DIY sampai sekarang belum tercapai di antaranya adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM), angka kemiskinan di DIY yang masih tinggi serta Indeks Gini.

"Pertanyaannya apakah pandemi Covid-19 yang semakin memperburuk capaian IKU di DIY selalu menjadikan alasan atas tidak tercapainya Indikator Kinerja Utama (IKU) Pemda DIY? " kata Ketua Fraksi Golkar DPRD DIY, Rany Widayati dalam catatan akhir tahun yang dirilis Jumat (31/12).

Dikarenakan sejak tahun 2018 – 2021 tahun berjalan Indeks Kinerja Utama (IKU) tersebut belum sesuai dengan target yang diharapkan. 
 
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di DIY juga masih belum sesuai yang diharapkan. IPM adalah indikator untuk mengukur perbandingan antara harapan hidup, melek huruf, pendidikan, standar hidup bagi masyarakat. 

Walaupun angka IPM DIY tahun 2021 di atas angka rata-rata nasional sebesar 72,29%, namun capaian IPM di DIY masih belum sesuai dengan target yang diharapkan. IPM  tahun 2021 berada pada angka 80,22% sedangkan target 2021 adalah 81,40%. Tahun 2021, Angka IPM terendah di DIY berada pada Kabupaten Gunungkidul  70,16% sedangkan IPM tertinggi di DIY berada pada Kota Yogyakarta 87,18%.  

Dari data tersebut menunjukkan terjadi ketimpangan IPM yang cukup dalam antara wilayah utara dan selatan di DIY. Hal tersebut terbukti bahwa secara riil bahwa indikator IPM seperti angka harapan lama sekolah, rata-rata lama sekolah, dan pengeluaran riil per kapita wilayah utara (Yogyakarta dan Sleman) lebih tinggi dibandingkan wilayah selatan. 

Sedangkan indikator angka harapan hidup, wilayah Kulon Progo yang notabene wilayah selatan  menduduki Angka Harapan Hidup paling tinggi di DIY, disusul Sleman, Yogyakarta, Gunungkidul dan Bantul.  Anomali yang terjadi di DIY bahwa angka kemiskinan di DIY melebihi angka rata-rata nasional, namun IPM DIY termasuk nomer dua tertinggi di Indonesia. 
 
"Angka kemiskinan di DIY masih cukup tinggi. Target angka kemiskinan di DIY pada tahun 2021 adalah  8,07%, namun sampai Maret 2021 angka kemiskinan masih pada angka 12,80%" ujar Rany.

Angka ini jauh di atas angka rata-rata nasional 10,19%, bahkan capaian angka tersebut di atas target akhir RPJMD 2022 yaitu pada angka 7%. Dalam 3 (tiga) tahun terakhir, angka kemiskinan di DIY selalu di atas target yang ditentukan. 

Pada kenyataannya gap  antara target dan capaian angka kemiskinan di DIY masih pada  kisaran di atas 1 digit. "Apakah indikator kemiskinan berbasis pengeluaran masih relevan untuk kasus DIY ?" tanya Rany.

Mengingat baseline kemiskinan menurut BPS adalah sebesar 463.479. Apakah baseline tersebut masih relevan digunakan di DIY, mengingat resilensi pangan di DIY cukup tinggi ? 
 
Tingginya angka kemiskinan di DIY yang melebihi rata-rata angka kemiskinan nasional dikarenakan resilensi ketahanan pangan dan kepemilikan aset di DIY yang cukup tinggi. 

Banyak masyarakat di DIY yang mengandalkan ketahanan pangan karena kebutuhan pangannya tercukupi oleh lingkungan, gotong royong masyarakat yang luar biasa serta adanya kepemilikan aset (pohon jati, ternak) yang bisa menjadi sumber penghidupan masyarakat. Selain itu, masyarakat DIY bukan merupakan masyarakat yang konsumtif, sehingga pengeluaran masyarakat bisa ditekan yang mengakibatkan pengeluran masyarakat di bawah baseline angka kemiskinan.
 
Indeks gini di DIY juga masih jauh dari target yang ditentukan, bahkan di atas angka rata-rata nasional sebesar. Indeks gini adalah indikator untuk mengukur ketimpangan kekayaan warga masyarakat. 

Apabila angka 0 berarti terjadi pemerataan kekayaan sedangkan angka 1 menunjukkan kondisi kekayaan yang benar-benar timpang yang didominasi oleh sebagian masyarakat. 

"Angka indeks gini di DIY tahun 2021 berada pada angka 0,430 melebihi target yang diharapkan pada angka 0,3705, sementara target akhir RPJMD 2022 pada angka 0,3635," ujar Rany.

Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa capaian target indeks gini di DIY masih jauh dari yang diharapkan, bahkan melebihi rata-rata indeks gini nasional, sehingga menujukkan di DIY masih terjadi ketimpangan kekayaan yang cukup tinggi di dalam masyarakat.
 
Rendahnya indeks gini dan IPM DIY yang belum memenuhi target yang diharapkan karena adanya ketimpangan wilayah. Dimana pembangunan wilayah selatan kurang mendapatkan perhatian dibandingkan wilayah utara. 

Hal ini pararel dengan tingginya angka kemiskinan di wilayah Kabupaten Bantul, Kulon Progo dan Gunungkidul  dibandingkan wilayah utara (Sleman dan Kota Yogyakarta). Angka kemiskinan di Bantul 13,50%, Gunungkidul 17,07%, Kulon Progo 18,01% sedangkan di Yogyakarta 7,27% dan Sleman 8,12%. Tahun 2020 di DIY masih terdapat masih terdapat 4 desa rawan pangan yaitu di Gunungkidul dan Kulon Progo yang tentunya akan berpengaruh terhadap kemiskinan. 

Sedangkan untuk IPM wilayah selatan juga mengalami ketimpangan dengan wilayah utara. Untuk wilayah utara, yaitu Kabupaten Bantul berada pada angka 80,28%, Kulon Progo 74,71%, Gunungkidul 70,16. Sedangkan untuk wilayah Utara yaitu Sleman berada pada angka 84% dan Yogyakarta pada angka 87,18%.
 
Selain Indeks Kinerja Utama (IKU) tersebut yang masih jauh dari target yang ditentukan, ternyata persoalan dana keistimewaan juga perlu menjadi perhatian. 

Hampir 1 dasa warsa keistimewaan DIY, danais yang sudah digelontorkan oleh APBN adalah 7,49 T. Dari dana triliunan tersebut 54,85% untuk kewenangan kebudayaan, 41,58% untuk tata ruang, sisanya pertanahan (2,17%), kelembagaan (1,33%) serta Pengisian jabatan Gubernur dan wakil gubernur (0,04%). 

"Dari data tersebut apakah kesejahteraan masyarakat sudah tercapai ?. Karena salah satu tujuan  keistimewaan DIY adalah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, sementara angka kemiskinan DIY, IPM dan indeks gini di DIY dalam 3 tahun terakhir masih jauh dari yang ditargetkan Pemda DIY, bahkan angkanya di atas angka rata-rata nasional," terang Rany.
 
Penanganan Covid-19 pada puncak Covid-19 di pertangahan tahun 2021 sangat lamban. Fraksi Partai Golkar DIY  melihat selama pertengahan tahun 2021 penanganan Covid-19 di DIY relatif stagnant. 

Dari sektor anggaran sampai tanggal 22 Juli 2021 serapan anggaran untuk Covid-19 di DIY baru sekitar 326,98 M (29,88%), sehingga Pemda DIY menjadi salah satu dari 19 Provinsi di Indonesia yang mendapat teguran dari Kementrian Dalam Negeri karena lamban dalam penyerapan anggaran penanganan Covid-19. 

Bahkan dengan adanya SK Kementrian Keuangan No. S-121/PK/2021 tanggal 10 Juli 2021 tentang Penggunaan Danais untuk penanggulangan Covid-19 tidak serta merta menjadikan amunisi dan percepatan penanganan Covid-19 di DIY. Setelah adanya teguran dari Kemendagri dan kritikan dari masyarakat danais  diturunkan sebesar 50 juta-75 juta bagi setiap kelurahan/kalurahan di DIY dalam penanganan Covid-19. 

Namun patut diapresiasi pada triwulan keempat 2021 penanganan Covid-19 di DIY membaik seiring dengan masifnya kegiatan vaksinasi. Sektor-sektor pariwisata yang merupakan penopang ekonomi di DIY mulai berjalan. 

Menurut data per 31 Desember 2021, total masyarakat DIY terkonfirmasi positif Covid-19 berjumlah 156.991 orang, dengan kasus meninggal sebesar 5.269 (3,35%) orang dan sembuh sebesar 151.614 (96,57%) orang. Namun perlu diwaspadai agar tidak terjadi  gelombang ketiga Covid-19 pada bulan Februari 2022 dikarenakan varian Omicron sudah masuk ke Indonesia yang tingkat penyebarannya lebih cepat dari varian Delta. Oleh karena itu, Pemda DIY perlu disiplin dalam penegakkan prokes Covid-19 mengingat akhir tahun 2021, DIY kebajiran wisatawan yang luar biasa.  
 
"Di Penghujung tahun 2021, DIY dihadapkan kembali dengan maraknya klithih. Klithih yang beberapa waktu ini marak kembali terjadi, setelah mengalami penurunan kasus sejak 2016-2017," pungkas Rany. (Dho/Ian)

Advertisement banner

Baca juga:

Admin
Silakan ikuti kami di media sosial berikut.