Sektor Wisata Berjalan, Yogya Tetap  Lockdown Kampung Dengan Kasus Covid-19 Banyak
Sektor Wisata Berjalan, Yogya Tetap  Lockdown Kampung Dengan Kasus Covid-19 Banyak

Sektor Wisata Berjalan, Yogya Tetap Lockdown Kampung Dengan Kasus Covid-19 Banyak

 



JOGJAGRID.COM : Pemerintah Kota Yogyakarta menyatakan, meski sejumlah sektor perekonomian mulai berjalan lagi di masa pandemi Covid-19 ini, seperti bidang pariwisata, namun upaya mengantisipasi penularan kasus tetap jadi priorotas.

"Kami masih tetap melakukan lockdown terbatas untuk wilayah kampung jika konfirmasi kasus positif (Covid-19) di tempat itu lebih dari 10 kasus," ujar Ketua Harian Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi Ahad 4 Oktober 2020.

Lockdown mikro seperti ini dimaksudkan agar kasus yang muncul di satu wilayah tak meluas atau mengganggu roda perekonomian wilayah lainnya di Kota Yogyakarta. Yang notabene mengandalkan sektor wisata dalam berbagai bentuk turunannya.

Satu contoh ketika muncul kasus penularan dari warung Soto Lamongan di satu kampung Kecamatan Umbulharjo pertengahan September 2020 lalu dan membuat sedikitnya 25 orang positif Covid-19 baik penjual, keluarganya, tetangganya hingga wisatawan yang sempat jajan di sentra kuliner dekat wahana keluarga XT Square itu. Pemkot Yogya sempat melakukan lockdown terbatas satu rukun warga (RW) di wilayah warung soto itu.

"Saat kasus Soto Lamongan di Yogya itu, satu kampungnya lockdown, lalu warga membuat posko untuk membatasi keluar masuk rumah selama 10 hari," ujarnya.

Lockdown terbatas ini juga dilakukan saat muncul kasus penularan di Kelurahan Kotabaru, sebuah kawasan pusat Kota Yogya yang selama ini dikenal banyak memiliki bangunan kuno bergaya indiesch. Di Kotabaru saat itu penularan Covid-19 terjadi di kantor keluarahan yang membuat sembilan orang termasuk lurah dan satu warga kawasan itu meninggal dunia.

 

"Dengan lockdown terbatas itu, semua kampung yang sempat terpapar CovidZ-19 akhirnya bisa menyelesaikan kasusnya di kampung itu dan tidak menjadikan penyebarannya meluas keluar kampung," ujar  Heroe yang juga Wakil Walikota Yogyakarta tersebut.

Heroe menuturkan penerapan micro lockdown oleh Yogya sembari menjalankan lagi sektor wisatanya ini mau tak mau membuat segala kebijakan harus melibatkan masyarakat dalam urusan penanganan Covid-19. Sejak pencegahan sampai penanganannya.

Misalnya mulai dari membuat fasilitas cuci tangan untuk umum, penyemprotan disinfektan, lockdown kampung, berbagi sesama, hingga membentuk relawan mengajar.

Warga, ujar Heroe, juga diajak gotong royong menjamin pangan warga yang terpaksa isolasi mandiri dengan konsep seperti nyantelke mbagehi (mencantolkan dan membagi) bahan pangan secara sukarela di pusat kampung yang lockdown.

"Warga jugalah yang melakukan monitoring kedatangan orang di kampung dan sampai membantu melacak kontak erat. Keterlibatan masyarakat mengatasi masalah ini penting karena mereka punya local wisdom otentik," ujarnya.

Kepala Staf Kepresidenan RI Moeldoko sempat mengungkapkan dukungannya atas penerapan micro lockdown untuk menghadapi Covid-19 oleh Pemerintah DIY ini. Sehingga DIY tetap bisa memutar roda perekonomian yang bertumpu pada sektor wisata dan pendidikan.

 

Dalam pertemuan dengan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X di Keraton Yogyakarta, Jumat 2 Oktober 2020 lalu, Moeldoko menuturkan penanganan Covid-19 di DIY sejalan dengan yang dijalankan pemerintah pusat.

"PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) yang semakin mikro itu sangat diperlukan,” ujar Moeldoko.

Menurut Moeldoko, sejatinya dalam satu wilayah, konsentrasi difokuskan pada tingkat Rukun Warga (RW). Tidak serta merta satu kawasan harus dilakukan PSBB.

“Pembatasan yang dijalankan Yogya selaras dengan yang dijalankan pemerintah pusat. Presiden menyampaikan dalam rapat terbatas, perlunya pemberlakukan mikro zonasi ini untuk skema PSBB," ujarnya.

Apalagi jika kejadiannya kasus dalam zonasi lingkup kecil. Moeldoko menilai pembatasan dan perlakuannya juga seharusnya semakin mikro.

"Jangan dengan (pembatasan) makro karena akan mengganggu yang lain,” .

Sultan HB X menuturkan selama ini yang dilakukan di DIY adalah pembatasan di tingkat desa.

“Pendatang yang masuk, dikontrol lewat lurah, babinkamtibmas, babinsa, dan anak-anak muda. Yang masuk dimintai data berupa nama dan alamat, sebagai kontrol untuk memudahkan tracing," ujarnya.

Dengan model penanganan itu, ujar Sultan, diharapkan bisa tumbuh kesadaran masyarakat itu sendiri karena bertindak sebagai subyek.

 

"Sehingga, tanpa harus digemborkan untuk memakai masker dan sebagainya, masyarakat akan menjalankan itu,” ujar Sultan.

 

Menurut Sultan, dalam perkembangan di lapangan, penambahan kasus dapat saja terjadi karena klaster.

Hal tersebut disebabkan bahwa pemerintah tidak mungkin bisa membatasi warga DIY pergi ataupun menutup diri dari pendatang.

Sultan mengatakan yang terpenting saat ini dalam upaya memutus rantai penukaran adalah menggencarkan tracing. Sehingga pihak yang kebetulan berada di tempat dan jam yang sama dengan suspect positif, dapat segera ditindaklanjuti.

Terkait dengan adanya perpanjangan kelima soal status Tanggap Darurat Bencana COVID-19 DIY, Sultan menyatakan bahwa mau tak mau masyarakat harus dapat beradaptasi dengan COVID-19.

“Kita melakukan protokol kesehatan itu sebagai cara beradaptasi dengan corona. Saya tidak mau terlalu berasumsi, sehingga pagi, sore, dan malam, saya harus berbicara soal corona, sehingga akan ada pihak-pihak, orang kecil, takut mencari sesuap nasi dan kelaparan,” ujar Sultan.

Ngarsa Dalem menambahkan, bahwa sejatinya obat mujarab untuk COVID-19 adalah cukup di rumah saja. Namun tentunya, manusia tidak tahan jika terus berada di rumah, sehingga kemungkinan untuk terpapar bisa lebih besar jika tidak berhati-hati ketika di luar rumah.

“Jadi yang paling penting adalah membiasakan diri dengan protokol kesehatan,” ujar Sultan. (Arifin)

Advertisement banner

Baca juga:

Admin
Silakan ikuti kami di media sosial berikut.